Sekolah RSBI Menakutkan Siswa Miskin


Federasi Serikat Guru Indonesia menyatakan predikat rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) adalah momok yang menakutkan bagi siswa miskin. Sekretaris Jenderal FSGI Retno Listyarti mengatakan sekolah RSBI kesulitan memenuhi kuota 20 persen jatah kursi sekolah dialokasikan bagi siswa miskin yang diamanatkan undang-undang.

»Hampir semua sekolah RSBI di daerah tidak mampu memenuhi kuota 20 persen,” kata Retno di Jakarta pada Rabu 6 Juni 2012.

Berdasarkan data FSGI sekolah RSBI yang tak mampu memenuhi kuota 20 persen siswa miskin itu antara lain Sekolah Menengah Pertama Negeri Semarang. Sekolah itu seharusnya menampung 45 siswa miskin, tapi yang mendaftar hanya 24 siswa. Kasus serupa terjadi di SMPN 2 Semarang. Seharusnya ia menampung 45, tapi hanya 33 siswa miskin yang mendaftar.

Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Solo juga menghadapi masalah sama. Dari kuota 60, hanya ada 12 siswa miskin yang mendaftar. Begitu juga di SMAN 1 Bantul, dari kuota 38, hanya ada 8 siswa miskin yang mendaftar.

Kalaupun siswa miskin masuk ke RSBI, Retno mengatakan ia akan menghadapi persoalan lain. Lingkungan sosial sekolah RSBI dinilai tak bersahabat bagi siswa miskin. Lingkungan dan pola pergaulan sekolah RSBI cenderung didominasi oleh siswa kaya. Mulai dari cara komunikasi, pengetahuan, ekspresi, serta gaya. »Siswa miskin akan mengalami tekanan psikososial,” kata Retno.

Forum Musyawarah Guru Jakarta pernah mensurvei siswa SMP di Jakarta. FMGJ menemukan banyak faktor yang membuat kecenderungan siswa miskin tapi pintar takut mendaftar ke sekolah RSBI. Pertama mereka khawatir akan tingginya biaya sekolah. Kalau pun mendapat keringanan biaya pada tahun pertama, mereka khawatir tahun-tahun berikutnya biaya tetap tinggi.

Menurut FMGJ siswa miskin juga takut diharuskan memiliki laptop serta takut bergaul dengan siswa kaya. »Minder atau rendah diri,” kata Retno.

0 komentar:

Posting Komentar