KOLEKSI PERANGKO KUNO GENERASI 2 ABAD

Meski peran perangko semakin tergeser oleh kemajuan teknologi dan tergantikan oleh surat elektronik yang lebih cepat dan efisien, namun ada penggemar filateli yang tetap konsisten mengkoleksi. Salah satunya adalah seorang kolektor asal Lamongan Jawa Timur, yang masih menyimpan rapi koleksi perangkonya. 


Hobi mengoleksi perangko dikenal pula dengan sebutan filateli. Sementara kolektor yang mempunyai hobi mengumpulkan prangko, dinamakan filatelis. Saat ini jumlah filatelis di seluruh dunia diperkirakan sudah mencapai lebih dari 100 juta orang, dengan sekitar 20 persen di antaranya amat aktif dengan hobi tersebut.

Filateli memang terus berkembang, dan itu diawali tak lama setelah penerbitan prangko pertama di Inggris tahun 1840. Sejak itu, orang mulai mengumpulkan perangko sebagai salah satu benda koleksi.

Sugeng Rahmat Ardiansyah, begitulah nama lengkap seorang kolektor perangko asal Jalan Airlangga Desa Sukodadi Kecamatan Sukodadi Lamongan. Sejak masih duduk di bangku sltp tahun 1983, Sugeng telah memulai mengkoleksi aneka perangko dari berbagai negara. Inspirasi awal hobinya ini, berangkat dari kata-kata gurunya saat itu, bahwa dengan melihat perangko, kita bisa mengenal budaya sebuah komunitas masyarakat.

Sejak itu, Sugeng melanglang buana ke berbagai kota hingga manca negara untuk mencari koleksi perangko.

Hingga saat ini, terdapat 1168 perangko dari 79 negara yang tersimpan rapi dalam 5 buah album.

Perangko tertua adalah buatan tahun 1904 asal Amerika, Itali dan Perancis. Bahkan, terdapat pula, perangko bergambar Presiden Amerika Pertama, George Washinton buatan tahun 1918.

Untuk perangko tanah air, terdapat pula warisan peninggalan masa Hindia Belanda, Jepang, Orde Lama, Orde Baru hingga Orde Reformasi.

Dari perangko peninggalan belanda misalnya dapat di simpulkan, rupanya pemerintah Belanda juga mengabadikan kekayaan budaya indonesia dengan mencetak perangko bergambar penari Jawa, tokoh-tokoh pewayangan dan penari adat dari berbagai suku di daerah-daerah luar jawa.

Menurut Sugeng, harga 1 perangko tua bisa mencapai antara 4 hingga 8 Juta Rupiah, tergantung keunikan dan masa pembuatan sebuah perangko.

Mungkin suatu saat, koleksi ini bukan hanya menjadi kenangan masa kecil, melainkan ‘monumen’ atas budaya surat menyurat yang kini makin tergusur oleh sarana komunikasi modern seperti email atau SMS. “Perangko menyimpan seni memanusia”. Ujar Sugeng.

Selain mengingatkan betapa lamanya waktu yang ditempuh oleh sepucuk surat untuk sampai tujuan, koleksi perangko juga menjadi kenang-kenangan dari masa ketika komunikasi lewat tulisan selalu dilakukan dengan bahasa yang santun dan susunan kalimat yang tertata. Jauh berbeda dengan komunikasi lewat email dan SMS yang hanya mengutamakan kecepatan tapi tidak membantu menciptakan manusia-manusia yang cakap menulis, berbahasa, maupun bersopan-santun lewat tulisan

0 komentar:

Posting Komentar