Macalester Menawarkan Persahabatan Lintas Bangsa


Mempersiapkan generasi yang mampu berfikir secara global dan berbicara di kancah internasional itu tidak mudah. Inilah yang justru ditawarkan perguruan tinggi swasta, Macalester College, yang terletak di Saint Paul, Minnesota, Amerika Serikat.
Macalester menawarkan konsep persahabatan lintas negara agar mahasiswa mampu berinteraksi dan membuka wawasan untuk go international. Persahabatan lintas bangsa ini diyakini akan menjadi sebuah pengalaman berharga saat mereka kembali ke negaranya masing-masing.
Setiap tahun ratusan murid dari 70 lebih negara memulai pendidikan Strata satu (S1) di kampus Macalester College ini. Agar mahasiswa dari 70 negara ini memiliki pengalaman bersahabat lintas bangsa, Macalester menawarkan program Friends of Macalester International Students (FoMIS) atau Sahabat bagi Siswa Macalester dari Manca Negara.
Tujuan program khusus ini adalah mempertemukan penduduk setempat dengan siswa manca negara sehingga terjadi tukar pendapat, pengenalan budaya dan menjalin persahabatan. Program yang sudah berjalan selama 30 tahun ini, telah melibatkan 150 keluarga serta ratusan siswa.
Kesempatan untuk ambil bagian dalam program ini terbuka bagi siapa saja, terutama bagi dosen dan karyawan Macalester. Sebagai sahabat, keluarga yang terlibat dalam program ini tidak diharuskan memberi bantuan uang sekolah, atau jenis bantuan keuangan lainnya.
Kegiatan yang dilakukan, mirip kegiatan dua orang sahabat karib, misalnya makan siang atau malam bersama, menghadiri pesta ulang tahun anggota keluarga, pergi ke acara pameran kebudayaan, dan kegiatan lain yang menarik bagi siswa maupun keluarga yang bersangkutan.
Tamara (Tami) Hawkinson, misalnya, tertarik terlibat program ini, karena suaminya bekerja di Macalester College. Dia juga berharap dengan mengikuti program ini, anak-anaknya akan bisa belajar tentang budaya dan nilai-nilai dari negara lain. "Salah satu sahabat kami adalah Tijana Martinov, mahasiswi asal Serbia. Saat ini dia memasuki tahun ke-empat jurusan Biologi," kata Tami, Sabtu (3/9/2011).
Tijana sudah berkali-kali hadir saat Tami mengadakan acara keluarga. Selain itu, Tami juga sering mengajak Tijana menghadiri event-event menarik seperti pameran seni, karnaval, pertandingan olah-raga, dan nonton film. "Bahkan, kadang-kadang saya hanya sekadar mengajak Tijana berjalan-jalan di pinggir danau atau menikmati es krim," kata wanita pengemar olahraga basket ini.
Bagi Tijana bersahabat dengan keluarga Tami Hawkinson adalah berkah. Selain bisa lebih mengenal budaya keluarga Tami yang multi etnik, dia juga bisa memperkenalkan budaya Serbia pada keluarga ini. "Pada bulan November tahun lalu, saya untuk pertama kalinya memotong daging kalkun pada acaraThanksgiving," kata Tijana.
Thanksgiving merupakan event penting di Amerika Serikat di mana kebanyakan orang berusaha untuk pulang kampung dan bersyukur bersama keluarga, mungkin mirip saat lebaran di Indonesia.
“Saya waktu itu sangat gugup, karena saya tidak tahu bagaimana caranya memotong daging kalkun. Apalagi, saat itu saya harus memotong daging kalkun disaksikan para tamu,” katanya Tijana menceritakan pengalaman barunya tersebut.
Selama tiga tahun, keluarga Tami memperlakukan Tijana seperti bagian dari keluarga. Baik Tami maupun Tijana menilai persahabatan mereka sangat positif. “Tijana ini seperti anggota keluarga kami sendiri. Kami tentu akan tetap mempertahan persahabatan ini. Meskipun Tijana nanti akan kembali ke negaranya," kata Tami.
Agar persahabatan mereka tetap langgeng, setiap kali Tijana pulang ke Serbia untuk liburan, Tami selalu membawakan cendera mata bagi keluarga Tijana. Sebagai balasannya, neneknya Tijana memberi taplak meja cantik buatan sendiri untuk Tami dan keluarganya.
“Saya akan selalu ingat cedera mata dari nenek Tijana. Benda tersebut menjadi perekat bagi persahabatan kami,” ujar Tami mengungkapkan perasaannya terhadap kebaikan neneknya Tijana.
Tami mengaku, walaupun belum pernah ketemu secara langsung, seolah mereka memiliki hubungan batin dan merasa dekat satu sama lain. Mungkin bulan Mei tahun depan (2012), Tami dan keluarganya bisa bertemu dengan orangtuanya Tijana saat menghadiri wisudanya. "Mungkin keluarga kami akan bertemu saat menghadiri pesta perkawinan Tijana," kata Tami.
Bagi Tami program persahabatan ini harus terus dijalin. Tahun depan, Tijana akan lulus. Tami dan keluarganya memutuskan untuk mendapatkan sahabat baru. Bulan September nanti, sahabat baru mereka, Joy Minalla, yang berasal dari Sudan akan datang.
Dalam surat perkenalannya, Joy ingin belajar tentang kesehatan masyarakat dan bahasa Spanyol. "Saya sangat senang berteman, bergaul dan bermain dengan anak-anak. Saya juga suka membaca novel, mendengarkan musik, dan traveling," tulis Joy dalam suratnya.
Selain pertemuan secara kekeluargaan, dua kali setahun semua peserta dari FoMIS diundang untuk hadir dalam acara makan malam bersama. Setiap keluarga dan siswa manca negara diminta untuk mempersiapkan makanan khusus dari negara masing-masing.
Di depan makanan yang disajikan biasanya ada label tentang nama dan penjelasan singkat tentang makanan itu. Para peserta juga diberitahu agar jangan menggunakan bumbu yang terlalu pedas bagi lidah orang Amerika. "Selain itu peserta juga harus mencantumkan bahan makanannya agar para tamu yang alergi dengan bahan tertentu tidak mencicipi," kata Tami.
Sering terjadi banyak tamu yang tidak tahu cara memakan makanan khas negara-negara peserta tersebut, oleh karena itu mereka harus meraciknya sendiri supaya mendapatkan pengalaman. Untuk jenis makanan seperti ini, biasanya pembawa makanan diberi kesempatan untuk memberi contoh cara meraciknya.
Acara ini tidak hanya memberikan kesempatan untuk menikmati makanan dari berbagai daerah, tetapi juga belajar dari orang lain tentang budaya mereka. (kompas.com)

1 komentar:

Riski Syendi mengatakan...

kita juga punya nih artikel mengenai 'macalester', silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut

linknya
http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3284/1/Kommit2004_komputasi_simulas

i_009.pdf

terimakasih

Posting Komentar