Mengintegrasikan Pengembangan Berpikir Ilmiah dan Pendidikan Karakter


Karakter dalam kamus bermakna kompleksitas mental dan watak yang membentuk diri seseorang. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter berarti suatu sistem pembentukan dan pengembangan nilai yang diwujudkan dalam bentuk kompetensi atau tindakan yang dapat siswa tunjukkan sebagai hasil belajar yang merefleksika nilai-nilai yang diyakini oleh sekolompok masyarakat sebagai sesuatu yang berharga sehingga perlu wariskan dari satu generasi kepada generasi berikutnya.
Kementrian Pendidikan Nasional mengembangkan pendidikan karaker dalam bentuk disain besar yang meliputi Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development).Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand designtersebut.
Karena olah hati, oleh pikir, olah raga dan olah karsa dalam relitanya merupakan bagian dari daya yang teintegarasi secara kompleks yang membentuk pribadi, maka proses pembentukan pribadi yang berpengetahuan, berketerampilan, dan bersikap sebagai produk belajar tidaklah dipilah dalam unsur-unsur melainkan terintegari. Ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap terbentuk secara kompleks melalui pengalaman belajar seseorang yang terintegrasi seperti pada model di bawah ini.
Pada diagram  tergambar bahwa pendidikan karakter bukan hanya dipenuhi dengan nasehat, melainkan proses mental yang didasari dengan data atau informasi yang diserap seseorang sehingga membentuk pengetahuan.
Pengetahuan yang diyakini kebenarannya yang diperoleh dari proses belajar yang dikontruksi melalui proses pengalaman. Berdasarkan itu seseorang mengembangkan pengetahuan yang dikuatkan dengan keyakinan nilai-nilai kebenarannya sehingga menjadi dasar untuk membangun kaarifan diri sebagai landasan seseorang bersikap.
Konsep tersebut dapat diterampakan dalam contoh berikut; seseorang melihat data dan mendapat informasi tentang adanya Tuhan, data dan informasi itu diserapnya menjadi pengetahuan. Ketika pengetahuan itu dikomulasikan dan dia uji benar maka maka terbentuklah keyakinan. Keyakinan atas kebenaran itu, maka muncullah penyikapan diri. Dari sikap itu jika telah melekat secara permanen dalam dirinya, maka jadilah sikap mental atau watak.
Itulah sebabnya Koentjara Ningrat menyatakan bahwa sikap mental merupakan perpaduan antara produk belajar dengan sifat-sifat pembawaan seseorang.
Karena itu, pengembangan watak atau sikap seseorang tidak cukup dengan memberikan nasehat agar berlaku baik, melainkan harus terintegrasi dalam pengelolaan ilmu pengetahuan, sikap, dan ketarmpilan yang melekat menjadi ciri khas seseorang. Pengetahuan itu intinya. Karena itu, Tuhan meninggikan derajat orang yang berilmu. Dengan ilmu seseroang bisa berakhlak mulia.
Berdasarkan uraian singkat itu,  maka kita dapat memastikan bahwa keberhasilan program pendidikan karakter pada dasarnya bergantung pada keberhasilan sekolah dalam mengembangkan kapasitas keilmuan dan keterampilan siswa. Membangun keyakinan bahwa ilmu yang mbereka miliki benar, melatih untuk mengamalkan ilmu itu dalam praktek hidup sehari-hari.
Karena itu pula, untuk menunjang keberhasilan pendidikan karakter memerlukan data kongkrit berupa contoh dalam lingkungan sekolah, memerlukan pengkondisian sekolah yang menunjang tumbuhnya watak yang dikembangkan sebagai modal pengembangan potensi diri siswa melalui pengalaman menguasai ilmu, menerapkan ilmu dan melakukan pembaharuan diri berkelanjutan  dengan dukungan kecerdasannya.

0 komentar:

Posting Komentar