Mengukur Ikhlas
Kalo kita mau merhatiin, semua orang berbuat insya Allah ingin dapetin manfaat dari apa yang diperbuatnya. Itu sudah pasti. Tapi memang bukan tujuan utama. Karena sebagai muslim yang kita ingin raih sebagai tujuan utama adalah mendapatkan ridho Allah Swt. Manfaat adalah efek samping yang secara manusiawi ingin kita dapatkan juga. Misalnya belajar. Memang manfaatnya yang ingin kita dapatkan adalah menjadi bisa. Nah, kerjakan kegiatan belajar itu dengan niat ikhlas karena ingin dapetin ridho Allah Swt. agar manfaat yang didapatkan menjadi barokah bagi kita. Iya nggak sih? Jadi tetap nggak kering dari nilai-nilai yang berhubungan dengan keimanan kepada Allah Swt. sebagai pencipta kita. Gitu, Bro.
Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan (yang ikhlas keimanannya).” (QS al-Maaidah [5]: 85)
Tuh, bener kan Allah Swt. akan ngasih kebaikan buat kita-kita yang ikhlas dalam berbuat. Ada manfaat yang kadang kita lupakan atau nggak kepikiran sebelumnya. Kesannya kalo kita nggak langsung dapetin ganjaran di dunia berarti kita rugi. Padahal nggak selalu lho. Artinya, ada manfaat yang bisa kita dapatkan meski dikasihnya nanti di lain waktu yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.
Oya, bukan berarti kalo kita berbuat ikhlas kudu nungguin terus ganjarannya nanti. Insya Allah ada juga yang bisa kita dapetin di dunia kok. Beberapa di antaranya insya Allah bisa kita rasakan langsung. Apa aja sih?
Bikin hati jadi tenang
Ya, benar banget. Kalo kita udah ikhlas ngadepin kenyataan hidup. Kita nggak bakalan stres. Kita pasrah dan serahkan sepenuhnya kepada Allah Swt. Tentu aja hati kita jadi tenang. Nggak perlu was-was. Kalo pun berbuat baik kepada orang kemudian orang tersebut justru membenci kita, biarkan saja. Yang penting kita udah berbuat ketika menolongnya dengan niat ikhlas karena Allah. Bukan karena ingin mendapatkan imbalan dari orang yang kita tolong. Entah imbalan berupa harta, kedudukan, penghargaan dan lain sebagainya yang bisa kita ukur sebagai balasan atas kebaikan yang kita berikan. Nggak usah cemas, Bro. Kalo ikhlas, hati kita tenang karena nggak perlu merasa ngitung terus untung-ruginya.
Ketika di sekolah misalnya kita traktir teman pas lagi dapetin rejeki berlebih. Niatkan secara ikhlas. Nggak usah berharap suatu saat temen kita itu juga akan mentraktir kita. Kalo kayak gitu artinya kita membuat harapan, maka hati kita bakalan nggak tenang. Ketika akan traktir teman, kita masih merasa: “Nanti dia traktir gue nggak ya?” Wah, itu sih malah jadi sakit ati nanti kalo kejadian teman kita benar-benar nggak mau traktir kita. Malah belakangan ketahuan cuma berteman baik dengan kita karena ingin morotin harta kita.
Memang sih, kita kesel banget sama teman yang nggak tahu diri dan nggak sadar diri kayak gitu. Tapi nggak perlu juga membuat kita jadi menyesal udah traktir dia. Ringan aja. Kalem bin nyantai aja. Memangnya kalo kita nyesel, harta yang udah kita keluarin bakalan balik lagi? Nggak kan? Jadi nggak usah mempersulit diri dengan perasaan yang nggak-nggak. Malah tambah makan ati tuh. Insya Allah, kita yakin aja bahwa akan ada kebaikan lain yang kita nggak tahu pasti bentuknya seperti apa. Nggak usah pedulikan balasan teman. Kita fokus dan percaya bahwa niat ikhlas itu akan menjadikan perbuatan kita berharga di mata Allah Swt. Ok?
Ikhlas bikin hati kita jadi tenang karena nggak perlu merasa cemas atau was-was. Enjoy aja lagi kayak orang yang nggak merasa telah kehilangan sesuatu. Sebaliknya merasa bahagia seperti ketika mendapatkan kesenangan, meski belum nampak nyata di hadapannya. Ini emang perlu latihan untuk membiasakan sikap ikhlas ini. Tapi jika kita udah yakin dengan janji Allah Swt. segalanya insya Allah akan mudah.
BTW, sikap ikhlas yang perlu kita pupuk bukan cuma ketika memberikan harta kita, tapi ketika kita berdakwah pun tetap diperlukan. Nasihatin teman misalnya. Nggak perlu kita ngarepin kalo dia tuh akan suka dengan kita. Kita lurus-lurus aja nasihatin. Buang jauh-jauh perasaan khawatir kalo teman kita jadi menjauhi kita gara-gara kita nasihatin. Kalo masih punya perasaan bahwa apa yang kita lakukan harus menyenangkan orang lain, maka dakwahnya nanti nyari yang enak dan cocok aja. Sebaliknya akan menghindari rintangan dan halangan yang ada. Jadi bakalan pilih-pilih. Alasannya, biar tetap bisa menjadi temannya. Meskipun sebenarnya teman kita udah menyalahi ajaran Islam, misalnya. Harusnya dia diingatkan atau dinasihati apapun risiko yang bakal kita terima. Apakah teman kita akan mengucapkan terima kasih atau malah membenci kita, itu bukan urusan kita dan memang nggak perlu menjadi ukuran dalam perbuatan kita. Ikhlas dalam hal ini cukup berat memang. Tapi, ya tetap harus kita niatkan dengan benar dan baik karena Allah Swt. Setuju kan?
Sobat muda muslim fans berat artikel-artikel gaulislam, insya Allah, dengan menghilangkan pertimbangan-pertimbangan perasaan yang nisbi dan cuma ngikutin hawa nafsu kita dalam melakukan amal shalih, maka hati kita menjadi tenang karena tak perlu merasakan banyak hal. Semuanya diserahkan kepada Allah Swt. entah kita akan mendapatkan kebaikan dari orang yang kita bantu dan kita ingatkan atau malah kecewa dan cacimaki dari mereka. Itu bukan urusan kita dan emang nggak perlu dicemaskan. Ok?
Pikiran tanpa beban
Tanpa beban? Ah, yang benar saja? Iya, kalo kita ikhlas dan menyerahkan semua urusan atas semua yang telah kita lakukan, pikiran kita jadi bebas beban. Plong. Why? Karena nggak perlu mikirin sampe rambut ubanan atau ubun-ubun ngebul. Maksudnya mikirin untung-rugi ketika beramal. Nggak perlu. Kalo udah ikhlas, pikiran kita lebih terbuka. Karena yang kita kejar dan kita ingin raih sejatinya adalah ridho Allah. Bukan ridho manusia. Tul nggak sih?
Ketika kamu dengan ikhlas ikutan ngaji di rohis, ya nggak perlu lagi mikirin apakah nanti akan diledek atau dipuji teman lain. Kalo masih mikir-mikir, “duh, nanti gue dianggap jadi anak baik nggak ya kalo ikutan ngaji di rohis?” Halah, kelamaan mikir kayak gitu sih, Bro. Jadi beban kamu nantinya kalo ternyata faktanya nggak sesuai dengan yang kamu pikirkan dan harapkan. Beda banget kalo kita ikhlas. Lurus-lurus aja nggak perlu mempertimbangkan ukuran dan penilaian macem-macem menurut hitungan manusia. Karena memang relatif. Bisa jadi menurut sebagian manusia baik, tapi menurut sebagian yang lain jelek. Kan nggak bisa dipertanggung-jawabkan yang kayak gitu sih. Betul?
Sobat muda para ‘penggila’ gaulislam, insya Allah deh kalo ikhlas mah, pikiran kita jadi rileks. Nggak ada beban tambahan karena harus mikirin kondisi-kondisi tertentu atas apa yang telah kita lakukan. Ngarepin adanya imbalan itu kan sebenarnya jadi nambah beban buat pikiran kita, lho. Memikirkan pujian dan khawatir dijelek-jelekkan atas apa yang kita lakukan juga jadi nambah pekerjaan bagi otak kita untuk mikirin. Ujungnya, ya tentu aja jadi beban. Takut terhadap celaan dan cemoohan ketika berbuat baik dan menasihati teman, itu juga bagian dari sikap nggak ikhlas dan tentu saja akan memberikan beban tambahan bagi pikiran kita. Khawatir jika perbuatan yang kita lakukan sebagai sebuah kesia-siaan juga akan menggerogoti waktu kita untuk memikirkan untung-rugi ketika beramal baik. Waduh, banyak banget tuh beban pikiran yang kudu ditanggung kalo gitu caranya. Semoga kita terbebas dari harapan dan keinginan yang cuma sebatas memperturutkan hawa nafsu. Ya, untuk bisa ikhlas memang butuh kesiapan mental kita dan pengorbanan kita.
Disenangi banyak orang
Siapa pun pasti bahagia hatinya kalo disenangi oleh banyak orang. Orang banyak yang suka alias senang dengan apa yang kita lakukan, pasti bikin hepi banget kan? Ya, iyalah. Itu sekaligus kita merasa dihargai dan dihormati. Manusia itu kan nggak ingin cuma dianggap bilangan, tapi juga ingin diperhitungkan, lho. Maka, kalo ukurannya adalah kita bahagia ketika disenangi orang lain, memang itulah fitrah manusia secara umum.
Boys and gals pembaca setia gaulislam, hanya saja nih, kalo urusan dengan keikhlasan, disenangi banyak orang atas apa yang kita perbuat itu bukan tujuan utama. Tapi sekadar efek samping. Bener lho. Itu sebabnya, kalo kita berbuat sesuatu tapi tujuan utamanya ingin disenangi orang lain, maka bisa dibilang kita belum ikhlas. Tapi ketika kita sudah ikhlas, dan nggak pernah ngarepin apa-apa ketika berbuat, eh, ternyata apa yang kita lakukan itu malah bermanfaat bagi orang lain. Terus efeknya kita jadi disenangi orang lain. Dalam kondisi ini, berarti itu namanya efek samping dari perbuatan baik kita. Ya, kita tentu senang, tapi mohon untuk tidak lupa diri ya. Khawatir nanti keikhlasan kita jadi cacat. Ok?
Ketika kita aktif di kegiatan rohis kemudian banyak orang suka dengan apa yang kita lakukan, maka itulah efek samping dari apa yang kita perbuat itu. Padahal, saat kita aktif di kegiatan rohis nggak ngarepin bakalan dipuji orang lain. Lurus-lurus aja. Eh, nggak tahunya malah banyak orang suka dengan kita. So, itulah manfaat ikhlas, Bro.
Insya Allah kita nggak usah ragu dengan apa yang kita lakukan apakah berdampak baik atau buruk kepada kita nantinya. Niatkan ikhlas karena Allah dan serahkan semua urusan kepada Allah Swt. Nggak perlu ribet kudu mikirin akibatnya or dampaknya seperti apa. Tentu aja selama yang kita lakukan itu adalah amal shalih dan sesuai tuntunan Allah Swt. dan RasulNya dan niatnya ikhlas. Ringan saja seperti nggak merasa kehilangan. Lagian kalo terlalu berharap dengan ukuran hawa nafsu kita, seringnya kita kecewa saat kenyataan tak sesuai harapan. Tinggi yang kita minta, eh malah rendah yang didapat. Nikmati aja apa adanya. Nggak usah capek berharap terlalu banyak. Yang penting nih, tujuan kita adalah menggapai ridho Allah Swt. Ok?
Ngilangin pertimbangan yang aneh-aneh
Iya, maksudnya manfaat dari keikhlasan kita adalah bahwa kita nggak perlu dipusingkan dengan pertimbangan-pertimbangan yang aneh-aneh. Jelasnya gini deh. Ketika kamu akan menasihati teman-temanmu yang berbuat maksiat, maka yang pertama kali diniatkan adalah ridho Allah Swt. Nggak usah mikirin yang nggak-nggak bin aneh-aneh, misalnya: takut nggak ditemenin lagi; takut temen kita tersinggung; nggak enak karena temen kita tersebut sering nraktir kita; khawatir ortu temen kita itu marah besar sama kita; khawatir temen kita itu balik menyerang kita secara fisik; merasa takut jika kita akhirnya dicemooh dan dianggap ikut campur urusan orang lain dsb. Wah, itu namanya pertimbangan yang nggak-nggak atau aneh. Nggak perlulah seperti itu.
Syaddad bin al-Hadi mengatakan, “Seorang Arab gunung datang kepada Rasulullah saw. lalu beriman dan mengikutinya. Orang itu mengatakan, ‘Aku akan berhijrah bersamamu.’ Maka Rasulullah saw. menitipkan orang itu kepada para sahabatnya. Saat terjadi perang Khaibar, Rasulullah saw. memperoleh ghanimah (rampasan perang). Lalu beliau membagi-bagikannya dan menyisihkan bagian untuk orang itu seraya menyerahkannya kepada para sahabat. Orang itu biasa menggembalakan binatang ternak mereka. Ketika ia datang maka para sahabat menyerahkan jatahnya itu. Orang itu mengatakan, ‘Apa ini?’ Mereka menjawab, ‘Ini adalah bagianmu yang dijatahkan oleh Rasulullah saw.’ Orang itu mengatakan lagi, ‘Aku mengikutimu bukan karena ingin mendapatkan bagian seperti ini. Aku mengikutimu semata-mata karena aku ingin tertusuk dengan anak panah di sini (sambil menunjuk tenggorokannya), lalu aku mati lalu masuk surga.’ Rasulullah saw. mengatakan, ‘Jika kamu jujur kepada Allah maka Dia akan meluluskan keinginanmu.’ (dikutip dari www.percikaniman.com)
Bro, kalo kita ikhlas hanya mengharap ridho Allah Swt. semata, maka pertimbangan-pertimbangan yang aneh-aneh seperti yang disebutin di atas itu nggak bakalan mampir di pikiran dan perasaan kita. Sebaliknya, kita akan tenang. Ikhlas akan membuat semua pertimbangan itu lenyap dari daftar kekhawatiran kita atas apa yang akan kita perbuat. Enjoy banget kan? Yoi, man!
Nasihatin temen itu jangan takut kalo kita nggak ditemenin sama dia. Justru sebagai teman yang baik, tugas kita adalah mengingatkan ketika temen kita berbuat keliru. Apa kamu tega sama temen kamu sendiri ketika dia berada di tepi jurang terus kamu diemin aja? Nggak kan? Sebagai teman yang baik, pertimbangan yang nggak-nggak (karena emang belum tentu terjadi) bakalan dihilangkan dari pikiran kamu. Langsung aja ngingetin dengan cara yang terbaik yang bisa kamu lakukan. Kalo pun akhirnya teman kamu tersinggung, marah, dan bahkan memutuskan hubungan pertemanan dengan kamu, jangan membuat kamu kecewa dan menyesali perbuatan yang telah kamu lakukan. Insya Allah keikhlasan kamu berbuat seperti itu tetap ada manfaatnya. Meskipun secara hitungan hawa nafsu bisa saja rugi karena dijauhi teman. Tapi bukan di situ persoalannya. Setuju kan?
So, selama kamu melakukannya dengan cara terbaik yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam dalam menasihati teman kamu, kemudian niatnya juga ikhlas untuk menolongnya kembali ke jalan yang benar serta hanya mengharap ridho Allah Swt. semata, insya Allah menjadi amal shaleh bagi kamu. Tenang saja. Nggak usah khawatir.
Oke deh, inilah beberapa manfaat yang bisa didapatkan (terukur) ketika kita berbuat ikhlas (kelihatannya masih banyak, tetapi cukup dulu ya karena kalo ditulis semua, space di buletin ini nggak bakalan bisa memuatnya, hehehe…). Tetapi ingat ya, ini bukan tujuan utama, hanya efek samping saja. Tujuan utama kita ketika melakukan perbuatan (amal shalih) tetap untuk mendapat ridho Allah Swt. So, tetap ikhlas, tetap istiqomah di jalan keridhoan Allah Swt. Semangat! [solihin: www.osolihin.wordpress.com]