Penilaian Kinerja Berpotensi Jadi Kendala Peningkatan Efektivitas Belajar Siswa
Diposting oleh
Muhammad Yusuf
| Senin, 15 Agustus 2011 at 01.40
0
komentar
Labels :
Kelola Pendidikan
Bagaimana pengaruh sistem pengukuran kinerja sekolah, kepala sekolah, guru, dan kinerja belajar siswa terhadap perbaikan mutu pendidikan di Indonesia saat ini? Mencari informasi yang cukup lengkap untuk menjawab pertanyaan itu tidak mudah.
Berkenaan dengan itu Edward Sallis dalam bukunya TQM in Education menyatakan bawah “We all know quality when we experience it, but describing and explaining it is a more difficult task.”
Dalam kehidupan nyata mutu mudah kita ketahui, namun pada saat kita mencoba menggambarkan dan menjelaskan, apalagi mengukurnya, semua menjadi sangat tidak mudah.
Konsekuensi dari penerapan standar dalam sistem pendidikan di mana pun merefleksikan harapan penyelenggaraan pendidikan akan lebih efektif dan efisien. Hal tersebut berkembang dengan adanya pengukuran mutu pengelolaan sekolah dan pembelajaran secara berkala dan berkelanjutan. Hasil pengukuran dimanfaatkan sebagai dasar pengambilan keputusan perbaikan dan peningkatan mutu secara berkelanjutan pula.
Dampak dari adanya penilian kinerja sekolah melalui kegiatan akreditasi yang diselenggarakan setiap lima tahun, Evaluasi Diri Sekolah (EDS) yang diselenggarakan sekolah pada tiap tahun yang dirangkai dengan Monitoring Sekolah oleh Pemerintah Daerah (MSPD), Penilaian kinerja guru, penilaian kinerja kepala sekolah, dan supervisi oleh para pengawas sekolah.adalah meningkatnya mutu lulusan yang berkarakter, berilmu, berketerampilan dan memiliki daya saing sebagai modal dasar peningkatan mutu sumber daya bangsa.
Beberapa pilar mutu dalam bentuk pengukuran lain ialah evaluasi kinerja penyelenggaraan program seperi pada sekolah penyelenggara program Standar Sekolah Nasional (SSN), Rintisan Sekolah Kategori Mandiri (RSKM) atau Rintisan SMA Bertaraf Internasional (RSBI) dihadapkan pula pada penilaian kinerja program.
Pilar mutu yang menjadi simbol kemajuan sekolah yang tidak kalah menyita energi adalah pelaksanaan ujian nasional. Program pengukuran ini telah menjadi agenda kegiatan yang menyerap energi sumber daya manajemen sekolah yang sangat besar. Persiapan dalam menghadapinya telah memicu motivasi belajar siswa melalui usaha perbaikan mutu mengajar guru dalam sepanjang tahun pelajaran.
Sama halnya dengan berproses pelaksanaan akreditasi. Sekolah menghadapi kegiatan ini biasanya membentuk tim pelaksana sebelum sekolah divalidasi asesor. Pengumpulan bukti fisik yang untuk disandingkan dengan kriteria pada tiap item menjadi pekerjaan yang paling menyerap perhatian dan membutuhkan waktu. Semakin lengkap dan indah pengemasan bukti fisik semakin besar kemungkinannya sekolah mendapat nilai yang baik.
Pemenuhan bukti fisik ada baiknya sebagai bagian dari proses perbaikan dokumen sekolah. Namun upaya perbaikan itu sering diikuti dengan terganggunya upaya pelayanan belajar. Efektivitas pembelajaran boleh jadi menurun karena adanya perbaikan mutu pendidikan. Masalahnya adalah setiap kali penilaian dilakukan, sebagian pelaksanan tugas pokok guru, yaitu mengajar, terkendala terkendala.
Kendala terhadap berlangsungnya efektivitas mengajar di sekolah akan lebih besar jika kegiatan akreditasi, EDS, MSPD, penilaian kinerja guru, supervisi kurang mempertimbangkan besarnya gangguan terhadap efektivitas pembelajaran. Apalagi jika penilaian kinerja guru sudah berjalan efektif. Jika proses penilaian tidak diperlakukan sebagai bagian dari proses pelaksanaan tugas “on the job evaluation” maka tingkat ketergangguan tugas akan menjadi lebih besar.
Hasil yang didapat pada beberapa sekolah terbukti kontraproduktif. Guru sibuk mengembangkan perencanaan belajar, namun tidak untuk digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran dalam kelas melainkan hanya untuk memenuhi bukti fisik. Administasi menjadi lebih penting daripada inovasi pembelajaran.
Mutu belajar siswa menurun karena sekolah terlalu banyak evaluasi untuk meningkatkan kinerja sekolah. Pernyataan ini menegaskan pentingnya untuk mengukur seberapa banyak instrumen pengukuran standar yang dapat diterapkan di sekolah, mengingat pengalaman seperti penyelenggaraan akreditasi sekolah selama ini sudah berjalan, belum jelas pengaruhnya terhadap produktivitas peningkatan mutu hasil belajar siswa.
Yang pasti dalam setiap kali akreditasi berjalan, yang paling menonjol adalah sekolah memamerkan kelengkapan administrasi, bukan unjuk kinerja siswa dan guru.
Agar penilaian kinerja sekolah, kepala sekolah, dan guru tidak kontraproduktif terhadap kinerja belajar siswa, maka instrumen yang digunakan harus tidak terlampau gemuk dan secara tidak disadari terlampau mementingkan produk administrasi daripada proses pelaksanaan tugas yang kreatif yang berpengaruh pada meningkatnya hasil belajar siswa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)